Rabu, 14 Desember 2011

BANK INDONESIA


BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Perkembangan perekonomian pada saat ini telah banyak didukung dengan adanya teknologi yang semakin modern, dalam dunia modern sekarang ini peran koperasi sangatlah besar. Hampir semua sektor yang berhubungan dengan berbagai kegiatan keuangan sangat membutuhkan jasa bank. Oleh karena itu saat ini dan di masa yang akan datang kita tidak akan pernah bisa terlepas dari dunia perbankan.
    Begitu pentingnya dunia perbankan, maka bank itu bisa menggerakan roda perekonomian suatu negara. Karena bank berfungsi sebagai lembaga keuangan sangatlah penting, misalnya dalam hal penciptaan uang, mengedarkan uang, menyediakan uang untuk menunjang kegiatan usaha, tempat mengamankan uang, tempat melakukan investasi dan jasa keuangan lainnya.
Pada tahun 1920 diselenggarakan International Financial Conference di Brussel. Hasil konfrensi tersebut adalah menyetujui resolusi yang menghendaki agar negara-negara yang belum mendirikan bank sentral diharapkan secepatnya untuk mendirikan bank sentral. Di samping untuk membantu pemulihan dan pemeliharaan stabilitas sistim moneter dan tetapi juga untuk kepentingan kerjasama dunia. Dimulai dengan berdirinya South African Reserve Bank di tahun 1921, bank-bank sentral didirikan dinegara-negara yang sudah merdeka dan dinegara-negara baru merdeka. Di Indonesia, fungsi bank sentral pada masa penjajahan dilakukan oleh De Javasche Bank yang bertindak sebagai bank sirkulasi dan menjalankan beberapa fungsi bank sentral lainnya. Pada masa perjuangan kemerdekaan, Bank Indonesia ditetapkan sebagai bank sentral pemerintah Republik Indonesia.
    Bank Indonesia adalah bank sentral Republik Indonesia yang merupakan lembaga negara independent dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pemerintah dan atau pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam Undang-Undang. Bank Indonesia berkedudukan di ibu kota negara Republik Indonesia dan dapat mempunyai kantor-kantor di dalam dan di luar wilayah negara Republik Indonesia.
      Modal Bank Indonesia ditetapkan berjumlah sekurang-kurangnya
Rp 2.000.000.000.000,00(dua triliun rupiah) dan harus ditambah sehingga menjadi paling banyak 10%(sepuluh perseratus) dari seluruh kewajiban moneter,yang dananya berasal dari cadangan umum atau hasil revaluasi asset ditetapkan dengan peraturan Dewan Gubernur. Dewan Gubernur merupakn pimpinan Bank Indonesia, sedangkan yang dimaksud dengan cadangan umum adalah dana yang berasal dari sebagian surplus Bank Indonesia yang dapat digunakan untuk menghadapi risiko yang mungkin timbul dari pelaksanaan tugas dan wewenang Bank Indonesia.  
      Bank akan memperoleh keuntungan dari selisih bunga yang diberikan kepada penyimpan dengan bunga yang diterima dari peminjam dan keuntungan ini dikenal denagn istilah Spread Based. Selain  keuntungan yang diperoleh dari spread based, bank juga memperoleh keuntungan dari kegiatan jasa-jasa bank lainnya. Jasa-jasa bank lainnya yang diberikan oleh bank dipungut biaya yang besarnya tergantung dari jenis jasa bank yang digunakan. Biaya yang di pungut meliputi biaya kirim, biaya tagih, biaya administrasi, biaya provinsi dan komisi, biaya iuran, biaya sewa dan biaya-biaya lainnya, keuntungan dari pungutan biaya-biaya dikenal dengan nama istilah fee based.
Karena peranan Bank Indonesia  sangat penting dalam menggerakan roda perekonomian bangsa Indonesia, maka hampir semua sektor sangat membutuhkan jasa Bank Indonesia. Oleh karena itu saat ini atau masa yang akan datang kita tidak akan terlepas dari dunia perbankan.
     Dengan dasar itulah maka penulis memilih judul penulisan ilmiah yaitu  “BANK INDONESIA”
1.1  Rumusan Masalah
Apa saja tujuan dan tugas bank Indonesia? bagaimana peran bank Indonesia sebagai Lender of  the Resort? dan bagaimana kebijakan nilai tukar Bank Indonesia?


1.2  Batasan Masalah
Penulis hanya membahas tentang tujuan bank Indonesia, tugas bank Indonesia, bank Indonesia sebagai Lender of  the Resort, dan kebijakan nilai tukar.

1.3  Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui apa saja tujuan dan tugas bank Indonesia, bank Indonesia sebagai Lender of the resort, dan apa saja kebijakan nilai tukar bank Indonesia 

1.4  Metodologi Penelitian
Dalam penulisan ilmiah ini penulis melakukan penelitian dengan cara penelitian perpustakaan.
  • Penelitian Perpustakaan (Library Research)
Dengan cara mengumpulkan data yang berhubungan dengan Bank Indonesia. Teori-teori tersebut penulis memperoleh dengan cara membaca buku-buku, diktat-diktat, catatan perkuliahan yang berhubungan langsung maupun tidak langsung.
1.5  Sistematika Penulisan
Dalam penyajian penulisan ilmiah ini agar diperoleh suatu gambaran mengenai isinya, maka penulis membagi dalam 5 (lima) bab dengan sistematika sebagai berikut :
BAB I       PENDAHULUAN
Berisikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan penulisan, metodologi penelitian, sistematika penulisan.
BAB II      LANDASAN TEORI
Berisi teori-teori yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Antara lain mengenai tujuan dan tugas Bank Indonesia, Bank Indonesia sebagai Lender of the Resort dan kebijakan nilai tukar.
BAB III    PEMBAHASAN
Berisi tentang tujuan dan tugas bank Indonesia sebagai bank sentral, bank Indonesia sebagai Lender of the Resort dan kebijakan nilai tukar
BAB IV    PENUTUP
Berisi kesimpulan dari hasil analisa data dan saran yang diperlukan.




BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Sejarah Bank Indonesia 
Pada 1828 De Javasche Bank didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda sebagai bank sirkulasi yang bertugas mencetak dan mengedarkan uang. Tahun 1953, Undang-Undang Pokok Bank Indonesia menetapkan pendirian Bank Indonesia untuk menggantikan fungsi De Javasche Bank sebagai bank sentral, dengan tiga tugas utama di bidang moneter, perbankan, dan sistem pembayaran. Di samping itu, Bank Indonesia diberi tugas penting lain dalam hubungannya dengan Pemerintah dan melanjutkan fungsi bank komersial yang dilakukan oleh DJB sebelumnya. Pada tahun 1968 diterbitkan Undang-Undang Bank Sentral yang mengatur kedudukan dan tugas Bank Indonesia sebagai bank sentral, terpisah dari bank-bank lain yang melakukan fungsi komersial. Selain tiga tugas pokok bank sentral, Bank Indonesia juga bertugas membantu Pemerintah sebagai agen pembangunan mendorong kelancaran produksi dan pembangunan serta memperluas kesempatan kerja guna meningkatkan taraf hidup rakyat. Tahun 1999 merupakan Babak baru dalam sejarah Bank Indonesia, sesuai dengan UU No.23/1999 yang menetapkan tujuan tunggal Bank Indonesia yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Pada tahun 2004, Undang-Undang Bank Indonesia diamandemen dengan fokus pada aspek penting yang terkait dengan pelaksanaan tugas dan wewenang Bank Indonesia, termasuk penguatan governance. Pada tahun 2008, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.2 tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No.23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagai bagian dari upaya menjaga stabilitas sistem keuangan. Amandemen dimaksudkan untuk meningkatkan ketahanan perbankan nasional dalam menghadapi krisis global melalui peningkatan akses perbankan terhadap Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek dari Bank Indonesia.


2.1.2 Definisi Bank Indonesia
Bank Indonesia dulu disebut De Javasche Bank adalah bank sentral Republik Indonesia. Sebagai bank sentral, BI mempunyai satu tujuan tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta kestabilan terhadap mata uang negara lain.Untuk mencapai tujuan tersebut BI didukung oleh tiga pilar yang merupakan tiga bidang tugasnya. Ketiga bidang tugas ini adalah menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta mengatur dan mengawasi perbankan di Indonesia. Ketiganya perlu diintegrasi agar tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah dapat dicapai secara efektif dan efisien. BI juga menjadi satu-satunya lembaga yang memiliki hak untuk mengedarkan uang di Indonesia. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya BI dipimpin oleh Dewan Gubernur. Untuk periode 2008-2013,Darmin Nasution menjabat posisi sebagai Gubernur BI menggantikanBoediono yang menjadi Wakil Presiden.

2.1.3 Sejarah Kelembagaan Bank Indonesia
Sejarah kelembagaan Bank Indonesia dimulai sejak berlakunya Undang-Undang (UU) No. 11/1953 tentang Penetapan Undang-Undang Pokok Bank Indonesia pada tanggal 1 Juli 1953. Dalam melakukan tugasnya sebagai bank sentral, Bank Indonesia dipimpin oleh Dewan Moneter, Direksi, dan Dewan Penasehat. Di tangan Dewan Moneter inilah, kebijakan moneter ditetapkan, meski tanggung jawabnya berada pada pemerintah. Setelah sempat dilebur ke dalam bank tunggal, pada masa awal orde baru, landasan Bank Indonesia berubah melalui UU No. 13/1968 tentang Bank Sentral. Sejak saat itu, Bank Indonesia berfungsi sebagai bank sentral dan sekaligus membantu pemerintah dalam pembangunan dengan menjalankan kebijakan yang ditetapkan pemerintah dengan bantuan Dewan Moneter. Dengan demikian, Bank Indonesia tidak lagi dipimpin oleh Dewan Moneter. Setelah orde baru berlalu, Bank Indonesia dapat mencapai independensinya melalui UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia yang kemudian diubah dengan UU No. 3/2004. Sejak saat itu, Bank Indonesia memiliki kedudukan khusus dalam struktur kenegaraan sebagai lembaga negara yang independen dan bebas dari campur tangan pemerintah dan/atau pihak-pihak lain. Namun, dalam melaksanakan kebijakan moneter secara berkelanjutan, konsisten, dan transparan, Bank Indonesia harus mempertimbangkan pula kebijakan umum pemerintah di bidang perekonomian. 
2.2 Tujuan dan Tugas Bank Indonesia
Dalam kapasitasnya sebagai bank sentral, Bank Indonesia mempunyai tujuan yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah untuk mencapai tujuan tersebut bank Indonesia melaksanakan kebijakan moneter secara berkelanjutan, kosisten, transparan, dan harus mempertimbangkan kebijakan umum pemerintah dibidang perekonomian. Secara lebih rinci, tugas tersebut dijabarkan menjadi sebagai berikut:
a.       menetapkan dan melaksanakan kebijakn moneter,
b.      mengatur dan menjaga kelancaran sistem devisa
c.       mengatur dan mengawasi bank
2.3 Fungsi Bank Indonesia sebagai Lender of the Last Resort (LOLR)
Telah dikenal sejak akhir abad ke-19. LOLR merupakan pemberian fasilitas pinjaman kepada bank yang mengalami kesulitan likuiditas dan dimaksudkan untuk mencegah terjadinya krisis keuangan yang sistemik pada perbankan.
2.4 Pengertian Nilai Tukar
Nilai tukar yang lazim disebut kurs, mempunyai peran penting dalam rangka tercapainya stabilitas moneter dan dalam mendukung kegiatan ekonomi. Nilai tukar yang stabil diperlukan untuk terciptanya iklim yang kondusif bagi peningkatan kegiatan dunia usaha.
Secara garis besar, sejak tahun 1970, Indonesia telah menerapkan tiga sistem nilai tukar, yaitu sistem nilai tukar tetap mulai tahun 1970 sampai tahun 1978, sistem nilai tukar mengambang terkendali sejak tahun 1978, dan sistem nilai tukar mengambang bebas (free floating exchange rate system) sejak 14 Agustus 1997.
Dengan diberlakukannya sistem yang terakhir ini, nilai tukar rupiah sepenuhnya ditentukan oleh pasar sehingga kurs yang berlaku adalah benar-benar pencerminan keseimbangan antara kekuatan penawaran dan permintaan. 
Untuk menjaga stabilitas nilai tukar, Bank Indonesia pada waktu-waktu tertentu melakukan sterilisasi di pasar valuta asing, khususnya pada saat terjadi gejolak kurs yang berlebihan.

2.4.1 Kebijakan Moneter di Indonesia
Setelah berdirinya Bank Indonesia, kebijakan moneter di Indonesia secara umum ditetapkan oleh Dewan Moneter dan pemerintah bertanggung jawab atasnya. Mengingat buruknya perekonomian pasca perang, yang ditempuh pertama kali dalam bidang moneter adalah upaya perbaikan posisi cadangan devisa melalui kegiatan ekspor dan impor. Pada periode ekonomi terpimpin, pembiayaan deficit spending keuangan negara terus meningkat, terutama untuk membiayai proyek politik pemerintah. Laju inflasi terus membumbung tinggi sehingga dilakukan dua kali pengetatan moneter, yaitu tahun 1959 dan 1965. Lepas dari periode tersebut pemerintah memasuki masa pemulihan ekonomi melalui program stabilisasi dan rehabilitasi yang kemudian diteruskan dengan kebijakan deregulasi bidang keuangan dan moneter pada awal 1980-an. Di tengah pasang surutnya kondisi perekonomian, lahirlah berbagai paket kebijakan ekonomi yang bertujuan untuk memperkuat struktur perekonomian Indonesia. 
Mulai pertengahan tahun 1997, krisis ekonomi moneter menerpa Indonesia. Nilai tukar rupiah melemah, sistem pembayaran terancam macet, dan banyak utang luar negeri yang tak terselesaikan. Berbagai langkah ditempuh, mulai dari pengetatan moneter hingga beberapa program pemulihan IMF yang diperoleh melalui beberapa Letter of Intent (LoI) pada tahun 1998. Namun akhirnya masa suram dapat terlewati. Perekonomian semakin membaik seiring dengan kondisi politik yang stabil pada masa reformasi. Sejalan dengan itu, tahun 1999 merupakan tonggak bersejarah bagi Bank Indonesia dengan dikeluarkannya Undang-undang No. 23/1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 3/2004. Dalam undang-undang ini, Bank Indonesia ditetapkan sebagai lembaga tinggi negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Sesuai undang-undang tersebut, Bank Indonesia diwajibkan untuk menetapkan target inflasi yang akan dicapai sebagai landasan bagi perencanaan dan pengendalian moneter. Selain itu, utang luar negeri berhasil dijadwalkan kembali dan kerjasama dengan IMF diakhiri melalui Post Program Monitoring (PPM) pada 2004.

2.4.2 Peran Perbankan di Indonesia  
Saat kembali menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada tanggal 17 Agustus 1950, struktur ekonomi Indonesia masih didominasi oleh struktur kolonial. Bank-bank asing masih merajai kegiatan perbankan nasional, sementara peranan bank-bank nasional dalam negeri masih terlampau kecil. Hingga masa menjelang lahirnya Bank Indonesia pada tahun 1953, pengawasan dan pembinaan bank-bank belum terselenggara. De Javasche Bank adalah bank asing pertama yang dinasionalisasi dan kemudian menjelma menjadi BI sebagai bank sentral Indonesia. Beberapa tahun kemudian, seiring dengan memanasnya hubungan RI-Belanda, dilakukan nasionalisasi atas bank-bank milik Belanda. Berikutnya, sistem ekonomi terpimpin telah membawa bank-bank pemerintah kepada sistem bank tunggal yang tidak bertahan lama. Orde baru datang membawa perubahan dalam bidang perbankan dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 14/1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan. Mulai saat itu, sistem perbankan berada dalam kesatuan sistem dan kesatuan pimpinan, yaitu melalui pengawasan dan pembinaan Bank Indonesia. Bank Indonesia dengan dukungan pemerintah, dalam kurun waktu 1971-1972 melaksanakan kebijakan penertiban bank swasta nasional dengan sasaran mengurangi jumlah bank swasta nasional, karena jumlahnya terlalu banyak dan sebagian besar terdiri atas bank-bank kecil yang sangat lemah dalam permodalan dan manajemen. Selain itu, Bank Indonesia juga menyediakan dana yang cukup besar melalui Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) untuk program-program Kredit Investasi Kecil (KIK)/Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP), Kredit Investasi (KI), Kredit Mahasiswa Indonesia (KMI), Kredit Koperasi (Kakop), Kredit Profesi Guru (KPG), dan sebagainya. Dengan langkah ini, BI telah mengambil posisi sebagai penyedia dana terbesar dalam pembangunan ekonomi di luar dana APBN. 
Industri perbankan Indonesia telah menjadi industri yang hampir seluruh aspek kegiatannya diatur oleh pemerintah dan BI. Regulasi tersebut menyebabkan kurangnya inisiatif perbankan. Tahun 1983 merupakan titik awal BI memberikan kebebasan kepada bank-bank untuk menetapkan suku bunga, baik kredit maupun tabungan dan deposito. Tujuannya adalah untuk membangun sistem perbankan yang sehat, efisien, dan tangguh. Kebijakan selanjutnya merupakan titik balik dari kebijakan pemerintah dalam penertiban perbankan tahun 1971-1972 dengan dikeluarkannya Paket Kebijakan Deregulasi Perbankan 1988 (Pakto 88), yaitu kemudahan pemberian ijin usaha bank baru, ijin pembukaan kantor cabang, dan pendirian Bank Perkreditan Rakyat (BPR). 
Pada periode selanjutnya, perbankan nasional mulai menghadapi masalah meningkatnya kredit macet. Hal ini sejalan dengan meningkatnya pemberian kredit oleh perbankan terutama untuk sektor properti. Keadaan ekonomi mulai memanas dan tingkat inflasi mulai bergerak naik. 
Ketika krisis moneter 1997 melanda, struktur perbankan Indonesia porak poranda. Pada tanggal 1 November 1997, dikeluarkan kebijakan pemerintah yang melikuidasi 16 bank swasta. Hal ini mengakibatkan kepanikan di masyarakat. Oleh karena itu, Bank Indonesia turun mengatasi keadaan dengan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) atas dasar kebijakan yang ditetapkan pemerintah. Selain itu, berbagai tindakan restrukturisasi dijalankan oleh Bank Indonesia bersama pemerintah. 

2.4.3 Sistem Pembayaran di Indonesia
Sistem pembayaran di Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu sistem pembayaran tunai dan non tunai. Dalam Undang-Undang (UU) No. 11/1953 ditetapkan bahwa Bank Indonesia (BI) hanya mengeluarkan uang kertas dengan nilai lima rupiah ke atas, sedangkan pemerintah berwenang mengeluarkan uang kertas dan uang logam dalam pecahan di bawah lima rupiah. Uang kertas pertama yang dikeluarkan oleh BI adalah uang kertas bertanda tahun 1952 dalam tujuh pecahan. Selanjutnya, berdasarkan UU No. 13/1968, BI mempunyai hak tunggal untuk mengeluarkan uang kertas dan uang logam sebagai alat pembayaran yang sah dalam semua pecahan. Sejak saat itu, pemerintah tidak lagi menerbitkan uang kertas dan uang logam. Uang logam pertama yang dikeluarkan oleh BI adalah emisi tahun 1970. Pada era 1990-an, BI mengeluarkan uang dalam pecahan besar, yaitu Rp 20.000 (1992), Rp 50.000 (1993), dan Rp 100.000 (1999). Hal itu dilakukan guna memenuhi kebutuhan uang pecahan besar seiring dengan perkembangan ekonomi yang tengah berlangsung saat itu. 
2.4.4 Lembaga Negara yang Independen
Babak baru dalam sejarah Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. dimulai ketika sebuah undang-undang baru, yaitu UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia, dinyatakan berlaku pada tanggal 17 Mei 1999 dan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 6/ 2009. Undang-undang ini memberikan status dan kedudukan sebagai suatu lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan Pemerintah dan/atau pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang ini.

Bank Indonesia mempunyai otonomi penuh dalam merumuskan dan melaksanakan setiap tugas dan wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam undang-undang tersebut. Pihak luar tidak dibenarkan mencampuri pelaksanaan tugas Bank Indonesia, dan Bank Indonesia juga berkewajiban untuk menolak atau mengabaikan intervensi dalam bentuk apapun dari pihak manapun juga.

Status dan kedudukan yang khusus tersebut diperlukan agar Bank Indonesia dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai otoritas moneter secara lebih efektif dan efisien.

2.4.5 Sebagai Badan Hukum
Status Bank Indonesia baik sebagai badan hukum publik maupun badan hukum perdata ditetapkan dengan undang-undang. Sebagai badan hukum publik Bank Indonesia berwenang menetapkan peraturan-peraturan hukum yang merupakan pelaksanaan dari undang-undang yang mengikat seluruh masyarakat luas sesuai dengan tugas dan wewenangnya. Sebagai badan hukum perdata, Bank Indonesia dapat bertindak untuk dan atas nama sendiri di dalam maupun di luar pengadilan
2.5 Dewan Gubernur Bank Indonesia
Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya Bank Indonesia dipimpin oleh Dewan Gubernur. Dewan ini terdiri atas seorang Gubernur sebagai pemimpin, dibantu oleh seorang Deputi Gubernur Senior sebagai wakil, dan sekurang-kurangnya empat atau sebanyak-banyaknya tujuh Deputi Gubernur. Masa jabatan Gubernur dan Deputi Gubernur selama-lamanya lima tahun, dan mereka hanya dapat dipilih untuk sebanyak-banyaknya dua kali masa tugas.
Sejak dibentuk, orang-orang yang terpilih sebagai Gubernur BI, sebagai berikut:
  1. 2010-sekarang Darmin Nasution
  2. 2009-2010 Darmin Nasution (Pelaksana tugas)
  3. 2009 Miranda Gultom (Pelaksana tugas)
  4. 2008-2009 Boediono
  5. 2003-2008 Burhanuddin Abdullah
  6. 1998-2003 Syahril Sabirin
  7. 1993-1998 Sudrajad Djiwandono
  8. 1988-1993 Adrianus Mooy
  9. 1983-1988 Arifin Siregar
  10. 1973-1983 Rachmat Saleh
  11. 1966-1973 Radius Prawiro
  12. 1963-1966 T. Jusuf Muda Dalam
  13. 1960-1963 Mr. Soemarno
  14. 1959-1960 Mr. Soetikno Slamet
  15. 1958-1959 Mr. Loekman Hakim
  16. 1953-1958 Mr. Sjafruddin Prawiranegara

2.5.1 Pengangkatan dan Pemberhentian Dewan Gubernur

Gubernur dan Deputi Gubernur Senior diusulkan dan diangkat oleh Presiden dengan persetujuan DPR. Sementara Deputi Gubernur diusulkan oleh Gubernur dan diangkat oleh Presiden dengan persetujuan DPR. Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia tidak dapat diberhentikan oleh Presiden, kecuali bila mengundurkan diri, berhalangan tetap, atau melakukan tindak pidana kejahatan.
2.5.2 Pengambilan Keputusan
Sebagai suatu forum pengambilan keputusan tertinggi, Rapat Dewan Gubernur (RDG) diselenggarakan sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan untuk menetapkan kebijakan umum di bidang moneter, serta sekurang-kurangnya sekali dalam seminggu untuk melakukan evaluasi atas pelaksanaan kebijakan moneter atau menetapkan kebijakan lain yang bersifat prinsipil dan strategi





    BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Tujuan dan Tugas Bank Indonesia
Dalam kapasitasnya sebagai bank sentral, Bank Indonesia mempunyai tujuan yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah untuk mencapai tujuan tersebut bank Indonesia melaksanakan kebijakan moneter secara berkelanjutan, kosisten, transparan, dan harus mempertimbangkan kebijakan umum pemerintah dibidang perekonomian. Secara lebih rinci, tugas tersebut dijabarkan menjadi sebagai berikut:
d.      menetapkan dan melaksanakan kebijakn moneter,
e.       mengatur dan menjaga kelancaran sistem devisa
f.       mengatur dan mengawasi bank.
a. Tugas Menetapkan dan Melaksanakan Kebijakan Moneter
Dalam hal ini bank Indonesia berwenang:
1.      Menetapkan sasaran-sasaran moneter dengan memperhatikan sasaran laju inflasi
2.      Melakukan pengendalian moneter dengan menggunakan cara-cara yang termasuk  tetapi tidak terbatas pada:
§  Operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing
§  Penetapan tingkat diskonto
§  Penetapan cadangan minimum
§  Pengaturan kredit atau pembiayaan
3.      Memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prunsip syariah untuk jangka waktu paling lama 90(sembilan puluh) hari kepada bank untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek bank yang bersangkutan.
4.      Apabila suatu bank mengalami kesulitan keuangan yang berdampak sistemik  dan berpotensi mengakibatkan krisis keuangan, bank Indonesia dapat memberikan fasilitas pembiayaan darurat yang pendanaannya menjadi beban pemerintah.
5.      Melaksanakan kebijakan nilai tukar berdasarkan system nilai uang yang telah ditetapkan
6.      Mengelola cadangan devisa
7.      menyelenggarakan survey secara berkalaatau sewaktu-waktu diperlukan yang dapat bersifat makro atau mikro untuk mendukung pelaksanaan tugasnya.
b. Tugas Mengatur dan Menjaga Kelancaran Sistem Devisa
Dalam hal ini bank Indonesia berwenang:
1.      Melaksanakan dan memberikan persetujuan dan izin atas penyelenggaraan jasa sistem pembayaran
2.      Mewajibkan penyelenggara jasa sistem pembayaranuntuk menyampaikan laporan tentang kegiatannya.
3.      Menetapkan penggunaan alat pembayaran
4.      Mengatur sistem kliring antarbank dalam mata uang rupiah dan atau valuta asing
5.      Menyelenggarakan penyelesaian akhir transaksi pembayaran antarbank dalam mata uang rupiah dan atau valuta asing.
6.      Menetapkan macam, harga, cirri uang yang akan dikeluarkan, bahan yang akan digunakan dan tanggal mulai berlakunya sebagai alat  pembayaran yang sah
7.      Bank Indonesia dapat mencabut dan menarik uang rupiah dari peredaran dengan memberikan pengganti dengan nilai yang sama.
c. Tugas Mengatur dan Mengawasi Bank
Dalam hal ini bank Indonesia berwenang:
1. Menetapkan peraturan perbankan termasuk ketentuan-ketentuan perbankan yang   memuat prinsip kehati-hatian
2. Memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu dari bank, termasuk memberikan dan mencabut izin usaha bank,memberikan izin pembukaan, penutupan, dan memberikan izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan-kegiatan usaha tertentu
3. Melaksanakan pengawasan terhadap bank, baik secara langsung maupun tidak l  langsung
4. Mengatur dan mengembangkan sistem informasi antarbank
5. Mengenakan sanksi terhadap bank sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Pelaksanaan ketentuan-ketentuan diatas ditetapkan secara lebih rinci dengan peraturan Bank Indonesia. Kestabilan nilai rupiah mengandung dua aspek. yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta kestabilan terhadap mata uang negara lain. Aspek pertama tercermin pada perkembangan laju inflasi, sementara aspek kedua tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain. Perumusan tujuan tunggal ini dimaksudkan untuk memperjelas sasaran yang harus dicapai Bank Indonesia serta batas-batas tanggung jawabnya. Dengan demikian, tercapai atau tidaknya tujuan Bank Indonesia ini kelak akan dapat diukur dengan mudah.
Tiga Pilar Utama untuk mencapai tujuan tersebut Bank Indonesia didukung oleh tiga pilar yang merupakan tiga bidang tugasnya. Ketiga bidang tugas tersebut  perlu diintegrasi agar tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah dapat dicapai secara efektif dan efisien 
 Tujuan Pengaturan dan pengawasan bank diarahkan untuk mengoptimalkan fungsi perbankan Indonesia sebagai:
  1. Lembaga kepercayaan masyarakat dalam kaitannya sebagai lembaga penghimpun dan penyalur dana
  2. Pelaksana kebijakan moneter;
  3. Lembaga yang ikut berperan dalam membantu pertumbuhan ekonomi serta pemerataan; agar tercipta sistem perbankan yang sehat,baik sistem perbankan secara menyeluruh maupun individual, dan mampu memelihara kepentingan masyarakat dengan baik, berkembang secara wajar dan bermanfaat bagi perekonomian nasional.
Untuk mencapai tujuan tersebut pendekatan yang dilakukan dengan menerapkan:
  1. Kebijakan memberikan keleluasaan berusaha (deregulasi);
  2. Kebijakan prinsip kehati-hatian bank (prudential banking); dan
  3. Pengawasan bank yang mendorong bank untuk melaksanakan secara konsisten ketentuan intern yang dibuat sendiri (self regulatory banking) dalam melaksanakan kegiatan operasionalnya dengan tetap mengacu kepada prinsip kehati-hatian.
3.2 Kewenangan Pengaturan dan Pengawasan Bank
Pengaturan dan pengawasan bank oleh BI meliputi wewenang sebagai berikut:
  1. Kewenangan memberikan izin (right to license), yaitu kewenangan untuk menetapkan tatacara perizinan dan pendirian suatu bank. Cakupan pemberian izin oleh BI meliputi pemberian izin dan pencabutan izin usaha bank, pemberian izin pembukaan, penutupan dan pemindahan kantor bank, pemberian persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank, pemberian izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan-kegiatan usaha tertentu.
  2. Kewenangan untuk mengatur (right to regulate), yaitu kewenangan untuk menetapkan ketentuan yang menyangkut aspek usaha dan kegiatan perbankan dalam rangka menciptakan perbankan sehat yang mampu memenuhi jasa perbankan yang diinginkan masyarakat.
  3. Kewenangan untuk mengawasi (right to control), yaitu kewenangan melakukan pengawasan bank melalui pengawasan langsung (on-site supervision) dan pengawasan tidak langsung (off-site supervision). Pengawasan langsung dapat berupa pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus,yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang keadaan keuangan bank dan untuk memantau tingkat kepatuhan bank terhadap peraturan yang berlaku serta untuk mengetahui apakah terdapat praktik-praktik yang tidak sehat yang membahayakan kelangsungan usaha bank. Pengawasan tidak langsung yaitu pengawasan melalui alat pemantauan seperti laporan berkala yang disampaikan bank,laporan hasil pemeriksaan dan informasi lainnya. Dalam pelaksanaannya, apabila diperlukan BI dapat melakukan pemeriksaan terhadap bank termasuk pihak lain yang meliputi perusahaan induk, perusahaan anak, pihak terkait, pihak terafiliasi dan debitur bank. BI dapat menugasi pihak lain untuk dan atas nama BI melaksanakan tugas pemeriksaan.
  4. Kewenangan untuk mengenakan sanksi (right to impose sanction), yaitu kewenangan untuk menjatuhkan sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan terhadap bank apabila suatu bank kurang atau tidak memenuhi ketentuan. Tindakan ini mengandung unsur pembinaan agar bank beroperasi sesuai dengan asas perbankan yang sehat.
3.2.1 Sistem Pengawasan Bank oleh Bank Indonesia
Dalam menjalankan tugas pengawasan bank, saat ini BI melaksanakan sistem pengawasannya dengan menggunakan 2 pendekatan yakni pengawasan berdasarkan kepatuhan (compliance based supervision) dan pengawasan berdasarkan risiko (risk based supervision/RBS). Dengan adanya pendekatan RBS tersebut, bukan berarti mengesampingkan pendekatan berdasarkan kepatuhan, namun merupakan upaya untuk menyempurnakan sistem pengawasan sehingga dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengawasan perbankan. Secara bertahap, pendekatan pengawasan yang diterapkan oleh BI akan beralih menjadi sepenuhnya pengawasan berdasarkan risiko.
1. Pengawasan Berdasarkan Kepatuhan (Compliance Based Supervision) Pendekatan pengawasan berdasarkan kepatuhan pada dasarnya menekankan pemantauan kepatuhan bank untuk melaksanakan ketentuan ketentuan yang terkait dengan operasi dan pengelolaan bank. Pendekatan ini mengacu pada kondisi bank di masa lalu dengan tujuan untuk memastikan bahwa bank telah beroperasi dan dikelola secara baik dan benar menurut prinsip-prinsip kehati-hatian.
2. Pengawasan Berdasarkan Risiko (Risk Based Supervision)  Pendekatan pengawasan berdasarkan risiko merupakan pendekatan pengawasan yang berorientasi ke depan (forward looking). Dengan menggunakan pendekatan tersebut pengawasan/pemeriksaan suatu bank difokuskan pada risiko-risiko yang melekat (inherent risk)pada aktivitas fungsional bank serta sistem pengendalian risiko (risk control system). Melalui pendekatan ini akan lebih memungkinkan otoritas pengawasan bank untuk proaktif dalam melakukan pencegahan terhadap permasalahan yang potensial timbul di bank. Pendekatan pengawasan berdasarkan risiko memiliki siklus pengawasan sebagai berikut : Jenis-Jenis Risiko Bank :
1. Risiko Kredit : Risiko yang timbul sebagai akibat kegagalan counterparty memenuhi kewajibannya.
2. Risiko Pasar : Risiko yang timbul karena adanya pergerakan variabel pasar (adverse movement) dari portofolio yang dimiliki oleh Bank,yang dapat merugikan Bank. Variabel pasar antara lain adalah suku bunga dan nilai tukar.
3. Risiko Likuiditas : Risiko yang antara lain disebabkan Bank tidak mampu memenuhi kewajiban yang telah jatuh waktu.
4. Risiko Operasional : Risiko yang antara lain disebabkan adanya ketidakcukupan dan atau tidak berfungsinya proses internal,kesalahan manusia, kegagalan sistem, atau adanya problem eksternal yang mempengaruhi operasional Bank.
5. Risiko Hukum : Risiko yang disebabkan oleh adanya kelemahan aspek yuridis. Kelemahan aspek yuridis antara lain disebabkan adanya tuntutan hukum, ketiadaan peraturan perundang-undangan yang mendukung atau kelemahan perikatan seperti tidak dipenuhinya syarat sahnya kontra.

 6. Risiko Reputasi : Risiko yang antara lain disebabkan adanya publikasi negatif yang terkait dengan kegiatan usaha Bank atau persepsi negatif terhadap Bank.
7. Risiko Strategik : Risiko yang antara lain disebabkan adanya penetapan dan pelaksanaan strategi Bank yang tidak tepat pengambilan keputusan bisnis yang tidak tepat atau kurang responsifnya Bank terhadap perubahan eksternal.
8. Risiko Kepatuhan : Risiko yang disebabkan Bank tidak mematuhi atau tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan lain yang berlaku.
3.3  Fungsi Bank Indonesia selain Bank Sentral adalah:
1.      Bank sirkulasi
Mengatur peredaraan keuangan suatu negara
2.      Bank to bank
Mengatur perbankan disuatu negara
3.      Lender of the last resort
Sebagai tempat peminjaman yang terakhir.
3.4 Sejarah Lender of the last resort (LOLR)
Sejarah keberadaan lender of the last resort (LOLR) tidak terlepas dari sejarah keberadaan bank sentral. Fungsi bank sentral sebagai LOLR telah dikenal sejak akhir abad ke-19 dan peranan tersebut semakin menonjol sejak perekonomian suatu negara menerapkan sistem fiat money khususnya lagi sejak runtuhnya sistem standar emas (gold standard) pada pertemuan Bretton Woods pada tahun 1973.Pada dasarnya LOLR adalah pemberian fasilitas pinjaman kepada bank yang mengalami kesulitan likuiditas dan berfungsi untuk menghindarkan krisis keuangan yang sistemik. Mengingat risiko sistemik yang terjadi di perbankan dapat menimbulkan dampak negatif terhadap perekonomian, maka terdapat konsesus bahwa perlunya menciptakan suatu mekanisme untuk mencegah terjadinya krisis tersebut dengan intervensi langsung dari bank sentral/pemerintah dengan menyediakan fasilitas pinjaman (LOLR) kepada bank dalam rangka menutupi liquidity missmatch. Secara teoritis, intervensi bank sentral/pemerintah diperlukan dalam hal terjadi mekanisme pasar tidak sempurna khususnya dengan adanya market failure (Freixas, 1999). 
Pada dasarnya terdapat 2 jenis market failure yang merupakan karakteristik dari sektor perbankan, yaitu kemungkinan terjadinya kesulitan likuiditas dan risiko sistemik kegagalan bayar suatu bank terhadap bank lainnya (systemic risk). Penyediaan likuiditas bank sentral/pemerintah tersebut merupakan pilihan terakhir bagi bank setelah pasar uang tidak dapat memenuhi kebutuhan bank. Kehadiran bank sentral dalam fungsinya menjalankan LOLR dapat memberikan dampak positif bagi perekonomian karena dapat mengurangi terjadinya krisis keuangan yang parah dan mengurangi terjadinya fluktuasi dalam siklus ekonomi Miron (1986).
Secara umum, fasilitas LOLR berfungsi untuk:
§  mencegah terjadinya bank run baik yang terjadi secara individual maupun yang bersifat sistemik dan
§  mengatasi masalah kesulitan likuiditas yang terjadi secara temporer. 

3.4.1 Berdasarkan fungsinya terdapat dua jenis LOLR (Lind dan Taylor, 2003), yaitu:
1) LOLR normal
2) LOLR krisis.
   
LOLR normal adalah pemberian bantuan likuiditas yang bersifat sementara oleh bank sentral/pemerintah kepada bank. Pemberian fasilitas LOLR ini harus didukung dengan jaminan (collateral) yang cukup dan berfungsi menjaga kelancaran sistem pembayaran dan stabilitas moneter.
  
 LOLR krisis adalah pemberian fasilitas pinjaman likuiditas kepada bank dalam rangka menghindarkan risiko sistemik pada perbankan secara keseluruhan. Pemberian fasilitas ini dapat dimungkinkan diberikan kepada bank-bank yang kurang jaminan dan bank yang insolvent tetapi dengan jaminan pemerintah.
Secara teoritis pentingnya fungsi LLR dikemukakan oleh Diamond dan Dybvig (1983). Pada dasarnya argumen mereka dilandasi oleh kenyataan bahwa transakasi perbankan memiliki karakteristik sebagai berikut:
§  bank meminjam dana dari nasabah secara jangka pendek dalam bentuk tabungan dan deposito, dan
§  bank menyalurkan kredit yang bersifat jangka panjang kepada debitur.

Dari realitas tersebut ada dua kemungkinan yang bisa terjadi.
- Pertama, selama nasabah percaya bahwa dananya relatif aman serta ada kepastian bahwa mereka dapat menarik dana sesuai dengan kebutuhan, maka nasabah akan terus menyimpan dananya di bank.
- Kedua, jika nasabah tidak yakin bahwa dananya akan dikembalikan sepenuhnya oleh bank, maka akan terjadi bank run yaitu dimana sebagian besar atau seluruh nasabah menarik simpanannya secara serentak dari bank. 


Kondisi tersebut sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Hadori (2002) untuk kasus Indonesia. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pemberian LOLR atau BLBI oleh BI/Pemerintah dapat mencegah terjadinya kontraksi perekonomian Indonesia yang lebih parah lagi jika dibandingkan tidak ada pemberian BLBI. Dengan mengasumsikan terjadinya “dooms day” maka tanpa adanya pemberian fasilitas LOLR/BLBI kepada bank maka fungsi intermediasi perbankan terhambat dan sistem pembayaran dalam dan luar negeri terganggu sehingga secara keseluruhan ekonomi akan mengalami kontraksi yang jauh lebih buruk dibandingkan dengan perekonomian ekonomi dengan BLBI.

 3.4.2 Untuk mencegah terjadinya bank run, Diamond dan Dybvig (1983) mengusulkan tiga solusi yaitu:
§  lender the last resort (LLR),
§  suspension of convertibility (SC),
§  Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS).
Dengan adanya LLR dan LPS, nasabah menjadi yakin bahwa penarikan dana dari bank akan selalu dapat dipenuhi oleh bank. Oleh karena itu tidak akan ada kekawatiran dari seorang nasabah mengenai kemampuan bank untuk memenuhi semua kewajibannya. Salah satu cara untuk mengatasi panik adalah dengan cara memberlakukan suspension of convertibility (SC) atau penghentian pengkonversian dari simpanan menjadi uang cash. Dalam kasus seperti ini deposan hanya bisa menguangkan simpanan sesuai dengan kontrak simpanannya, dalam arti bahwa simpanan yang belum jatuh tempo tidak bisa ditarik.
Alternatif yang kedua untuk mencegah terjadinya panik adalah dengan mengadakan fasilitas LLR. Dengan adanya fasilitas ini, bank tidak harus melakukan likuidasi aset-asetnya untuk melayani terjadinya panik.
Oleh karena itu fasilitas LLR memiliki dua fungsi yaitu :
§  memberikan kemampuan pada bank untuk melayani seluruh penarikan, dan
§  mencegah bank melakukan likuidasi aset-aset produktivnya. 
Akan tetapi fasilitas LLR memiliki tiga kelemahan sebagai berikut: Pertama, fasilitas ini relatif terbatas scope-nya untuk mengatasi masalah kesulitan likuiditas perbankan. Kedua, fasilitas ini biasanya juga disertai dengan infusi jumlah uang yang beredar sehingga cenderung meningkatkan inflasi dan ketidakpastian dalam nilai tukar. Ketiga, dalam dunia yang penuh dengan ketidakpastian, tidak ada jaminan bahwa return on investment dari aset kredit perbankan akan mampu menutup semua kewajibannya terhadap otoritas penyedia LLR. 
Panik dapat juga dicegah dengan pemberlakuan blanket guarantee, dimana pemerintah memberikan jaminan kepada seluruh deposan dan kreditur bahwa dananya akan sepenuhnya dikembalikan oleh pemerintah melalui bank yang bersangkutan. Dalam kasus seperti ini, blanket guarantee hanya bisa kredibel jika diseponsori oleh pemerintah dan bukannya dalam bentuk deposit insurance (DI) yang dilakukan oleh swasta. 
Akan tetapi blanket guarantee memiliki dua masalah pokok sebagai berikut.   
-          Pertama, ia tidak bisa sepenuhnya kredibel dalam konteks ekonomi terbuka tanpa  adanya capital control.
-          Kedua, pada kenyataannya pemerintah tidak bisa secara fleksibel menetapkan kenaikan pajak, karena harus melalui proses perundang-undangan yang memakan waktu lama. Oleh karena itu, pemerintah sering hanya bisa meningkatkan future tax yang justru dapat mengakibatkan tidak kondusifnya iklim investasi dimasa yang akan datang.

3.4.3  Fungsi bank sentral sebagai lender of the last resort (LOLR) telah dikenal sejak akhir abad ke-19. LOLR merupakan pemberian fasilitas pinjaman kepada bank yang mengalami kesulitan likuiditas dan simaksudkan untuk mencegah terjadinya krisis keuangan yang sistemik pada perbankan.

3.5 Pengertian Nilai Tukar
Nilai tukar yang lazim disebut kurs, mempunyai peran penting dalam rangka tercapainya stabilitas moneter dan dalam mendukung kegiatan ekonomi. Nilai tukar yang stabil diperlukan untuk terciptanya iklim yang kondusif bagi peningkatan kegiatan dunia usaha.
Secara garis besar, sejak tahun 1970, Indonesia telah menerapkan tiga sistem nilai tukar, yaitu sistem nilai tukar tetap mulai tahun 1970 sampai tahun 1978, sistem nilai tukar mengambang terkendali sejak tahun 1978, dan sistem nilai tukar mengambang bebas (free floating exchange rate system) sejak 14 Agustus 1997.
Dengan diberlakukannya sistem yang terakhir ini, nilai tukar rupiah sepenuhnya ditentukan oleh pasar sehingga kurs yang berlaku adalah benar-benar pencerminan keseimbangan antara kekuatan penawaran dan permintaan. 
Untuk menjaga stabilitas nilai tukar, Bank Indonesia pada waktu-waktu tertentu melakukan sterilisasi di pasar valuta asing, khususnya pada saat terjadi gejolak kurs yang berlebihan.

3.5.1 Perkembangan Kebijakan Sistem Nilai Tukar Di Indonesia 
Sejak periode 1970 hingga sekarang, sistem nilai tukar yang berlaku di Indonesia telah mengalami perubahan sebanyak tiga kali, yaitu Sistem Nilai Tukar Tetap, Sistem Nilai tukar Mengambang Terkendali, dan terakhir Sistem Nilai tukar Mengambang Bebas.

3.5.2 Pengaruh Nilai Tukar Rupiah Terhadap Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi menunjukan kemampuan suatu perekonomian dalam memproduksi barang dan jasa guna meningkatkan pendapatan masyarakat. Bagi suatu negara pertumbuhan ekonomi dapat dipengaruhi oleh banyak faktor. Tingkat suku bunga kredit, nilai tukar merupakan beberapa di antaranya. Penurunan suku bunga kredit produktif, seperti suku bunga kredit investasi akan berdampak pada peningkatan kapasitas produksi suatu negara. Nilai tukar mata uang akan mempengaruhi transaksi ekspor dan impor yang berpengaruh pada permintaan agregat.


BAB IV

PENUTUP


4.1  Kesimpulan
Berdasarkan pada hasil pembahasan, maka penulis menentukan kesimpulan tentang Bank Indonesia bahwa bank Indonesia bergerak dalam dunia perbankan sangatlah penting dalam segi perekonomian bangsa Indonesia, karena bank Indonesia sangat banyak berperan dalam roda perekonomian bangsa Indonesia. Sebagai bank sentral, BI mempunyai satu tujuan tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta kestabilan terhadap mata uang negara lain.Untuk mencapai tujuan tersebut BI didukung oleh tiga pilar yang merupakan tiga bidang tugasnya. Ketiga bidang tugas ini adalah menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta mengatur dan mengawasi perbankan di Indonesia. Ketiganya perlu diintegrasi agar tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah dapat dicapai secara efektif dan efisien selain itu, BI juga menjadi satu-satunya lembaga yang memiliki hak untuk mengedarkan uang di Indonesia. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya BI dipimpin oleh Dewan Gubernur. Bank Indonesia juga berperan dalam Lender of the Resort yang berfungsi memberikan  fasilitas pinjaman kepada bank yang mengalami kesulitan likuiditas dan dimaksudkan untuk mencegah terjadinya krisis keuangan yang sistemik pada perbankan. Selain itu Bank Indonesia juga berperan dalam menjaga stabilitas nilai tukar, Bank Indonesia pada waktu-waktu tertentu melakukan sterilisasi di pasar valuta asing, khususnya pada saat terjadi gejolak kurs yang berlebihan. Sistem nilai tukar yang berlaku di Indonesia telah mengalami perubahan sebanyak tiga kali, yaitu Sistem Nilai Tukar Tetap, Sistem Nilai tukar Mengambang Terkendali, dan terakhir Sistem Nilai tukar Mengambang Bebas. Nilai tukar mata uang akan mempengaruhi transaksi ekspor dan impor yang berpengaruh pada permintaan agregat.

4.2  Saran
Penulis mengajukan beberapa saran dengan harapan dapat digunakan oleh BANK INDONESIA, maka saran yang diajukan penulis sebagai berikut :
1.      Bank Indonesia harus lebih baik dalam melaksanakan tugas dan tujuannya. 
2.       Bank Indonesia dapat melaksanakan serta mengawasi kebijakan nilai tukar agar  pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa lebih maju dan bank Indonesia harus mencegah terjadinya krisis keuangan.



DAFTAR PUSTAKA

Bank Indonesia, Laporan tahunan 1997/1998 dan 1998/1999

Diamond, Douglas W. And Philip H. Dybvig, “Bank Runs, Deposit Insurance, and Liquidity.” Journal of Political Economy, June 1983, 91(3), pp. 401-19.

Freixas, Xavier. “The Lender of Last Resort in Today’s Financial Environment.” Els Opuscles del CREI, 4, November 1999.

Hadori, HBL dan Rekan. “BLBI Dari Aspek Ekonomi dan Keuangan: Suatu Alternatif Perspektif”, Bank Indonesia Working Paper, 2002.

Lind, Goran, and Michael Tyalor. “Financial Safety Net”. Presentation to Bank Indonesia, May, 2003.

Miron, Jeffrey A. “Financial Panics, the Seasonality of the Nominal Interest Rate, and the Founding of the Fed.” American Economic Review 76 (March 1986), 125-140